Tentang Rasa


Pict: Pinterest

Malam ini kita bebaring di atas rumput, memandangi bintang-bintang. Seketika aku berpikir ini adalah saat yang tepat untuk berbicara denganmu. Berbicara tentang rasa.

Kukumpulkan segenap keberanian dan kuruntuhkan segala harga diri, membisikkan, “Aku rasa aku menyukaimu”

Seketika kau menoleh dan berkata, “Apa?”

Tanpa mengalihkan pandanganku dari bintang-bintang, kuucapkan sekali lagi dengan lebih lantang, “Aku rasa aku menyukaimu. Rasa suka yang tidak biasa. Ya, Kau pasti mengerti”

Kemudian keheningan menyelimuti kita. Lima menit tanpa kata. Lima menit tercanggung dalam hidup kita.

Kau bangun dan duduk. Aku mengikuti. Kau ubah posisi dudukmu, menghadapku. Sekarang kita bertatap muka. Aku yakin kau pasti mendengar desir aliran darahku.

Kau menatapku tepat di mata dan berkata, “Aku juga menyukaimu. Sebagai sahabat. Sahabat tersayang”.

Kurasakan desir darah dan degup jantungku tak karuan, tetapi tak lama kemudian melambat dan kembali pada ritmenya.

Aku sudah menduga itu yang akan kau ucapkan. Sepertinya aku sudah terlalu mengenalmu, atau mungkin kau yang terlalu mudah ditebak. Entahlah.

Lalu, aku tersenyum dan berkata, “Aku hanya ingin kau tahu. Karena rasa ini punya hak untuk diketahui”.

Aku menghela napas lega.

Dan tersenyum lebih lebar.


(Note: Kisah ini berlanjut ke Tentang Rasa (Sekuel))


LA.