Catatan Desember

Risiko. Dalam hidup ini tidak ada tempat yang aman ataupun aktivitas yang bebas dari risiko. Semua hal mengandung konsekuensi dan setiap orang pasti pernah mengambil satu resiko besar dalam hidupnya. Marco Polo melintasi perjalanan panjang dari Venesia hingga Mongol. Seorang Nick Jokovic rela beratus-ratus kali jatuh untuk mencoba berdiri dari atas tubuhnya yang tanpa tangan dan kaki. Dan Lori, mendedikasikan lebih dari tiga tahun hidupnya menembus 7 atap langit dunia yang berbahaya tanpa mendapat restu dari ibunda. Semua kepatutan harapan, impian atau keinginan tentulah ada yg dikorbankan.

Termasuk tentang perasaan saya, mengambil risiko untuk berada ditempat seaman mungkin untuk saya agar tidak tersentuh dan merasa aman. Bisa jadi saya tidak seberani mereka dalam menghitung resiko apa dan mana yang kira-kira baik untuk saya. Meski dengan itu saya memang tidak kemana-mana. Saya takut, saya tidak mau terluka. Meski saya juga tau bahwa dengan diam tidak menjamin tidak terluka. Setidaknya selama hampir enam tahun dalam kehidupan saya..

Desember, adalah titik balik perubahan dalam hidup saya. Nampaknya kunci pintu dihati haruslah digedor supaya bisa angkat bicara. Dan rumah sakit menjadi lokasi penakaran yang pantas bahwa usia manusia tidak selamanya panjang. Kamu disini, datang, kembali.. membawa bingkisan senyum yang bisa menghapus luluh seluruh energi yang kupikir habis mengawasi ibu di hari ini. Tanpa diminta, tanpa diingatkan.

Hmm.. saya pikir saya juga sudah lelah pada permainan ini.. pada scene yang telah kamu buat, pada drama yang akhirnya saya ciptakan. Kali ini saya pikir harus mengambil risiko. Risiko yang seharusnya dari dulu saya ambil, tanpa mengabaikan nurani. Saya sudah terlalu jatuh sama kamu. Dan kamu terlalu naif jika menganggap ini kebetulan, bahwa saya jatuh cinta pada seorang yang hanya bisa kulihat dan kusenyumi dari dekat tapi tidak hatinya. Terserah kamu peduli atau tidak, karna pada akhirnya saya memang sudah kehilangan kamu dari awal dan akhir.

Sekali lagi kita bertemu, diawal desember yang hujan, di antara kamar-kamar bisu dan bau alkohol karbol rumah sakit. Dan kali ini saya tidak menunduk, tidak cuma tersenyum, tidak hanya menatap dan mengangguk.

'saya. pernah. jatuh. cinta. sama. Mas' saya telah jelas mengatakannya, saya lega mengatakannya, dan seketika saya merasa mulas. Hahaha bukan karna momennya memang tidak pas, tapi karena saya berbohong. Saya masih cinta..

Dia diam. Saya diam. Lama.. membuat saya sangat ingin kembali menunduk.

***

Kami berpisah di lorong panjang tempat lift berada. Mengantarnya sampai ke pintu dan entah kapan akan kembali bertemu. Tidak ada yang berbeda. Karena memang tidak ada pinta.

Di ujung lorong di depan lift ia berdiri membelakangiku, kemudian berbalik memandangku. Memberikan senyuman dan mengucapkan terimakasih. Untuk pertama dia mengambil tangan ini.

'Sampai bertemu kembali, terimakasih dan jaga diri jangan sampai sakit' ia menepuk kepala dua kali, sebelum lift membuka dan sebelum kujawab terimakasih.

Terimakasih, iya dan sampai jumpa. Tiga kata yang selalu kukunci untuk dijawab. Yang kupikir ini bagian dari risiko yg kutelan dari hilangnya perhatian. Dan perubahan drastis yang reaktif

Dalam hal ini, bisa jadi cinta saya bertepuk. Tapi cinta ini penah melakukan sesuatu. Dan tidak diam

Dia cukup mencari tempat, dimana cinta memang telah ditunggu dan diterima.

(ADA)