Lara Lana

''Kamu mencintai cerita yang kamu buat, dan kebetulan aku disana. Kamu terlalu fokus  pada cinta yang kamu kejar sementara diluar sana kamu bisa bertemu dengan cintamu yang sebenarnya''
Aku mengulang barisan kalimat ini. Satu kali. Dua kali. Hingga aku hafal diluar kepala. Kamu menulis dalam pesan pendek dan tidak menjawab atas apa yang aku tanyakan.
Ralat. Aku tak mengajukan pertanyaan, aku hanya mengungkapkan apa yang selama ini terpendam bertahun-tahun dan ketika itu keluar kamu bilang ini adalah rekaan.
Aku sadar tidak semua harus berpeluk, tidak semuanya harus menggenggam dan kamu ada untuk membuatku belajar, belajar bahwa untuk mencintai adalah sebuah proses dan harus terus dirawat. Senantiasa dipupuk. Seperti kamu yang sampai sejauh ini ada disini. Aku merawat untuk untuk terus bertahan menebus mimpi yang kukejar. Yang kita biasa sebut cita-cita
Sayangku, kau bilang menikah itu tidak perlu dan menikah adalah wujud ketidakyakinan pada hakikat cinta itu sendiri sehingga harus melekat dalam institusi pernikahan. Katamu aku sedang melantur bahwa karena desakan lingkungan aku bilang yang tidak-tidak dan begitu ketimuran. Cita-citaku adalah kamu, dan sejauh ini kupikir kita sejalan
Dan barangkali Tuhan sedang bermain-main pada jalan hidupku. Takdir mungkin berkata itu bukan kamu, tapi nasib mencintaimu adalah mutlak ,
(ADA)